17 May 2011

Forgive Me...

 Kuingat airmatanya selalu mengalir disunyinya malam
Dengan menghamba ia menungguku pulang
Ketika fajar tiba kita selalu bertengkar
Lalu ia bilang aku liar
Ia bagai lawan bagi si pembangkang
Menguntai setiap detiknya tanpa kehangatan
Menuai rasa tanpa kasih sayang
Dan kini aku dipenuhi ketakutan
Sendiri, tanpa teman
Hari demi hari seolah indah dengan kematian
Lalu apa kabarnya wahai masa depan?
Mama
Ini kisah kita
Maafkan aku yang penuh dosa
Yang tak pernah bisa membuatmu bahagia
...

04 May 2011

Bahasa Tubuhku

Tato. Selama ini masyarakat selalu melihat tato dari perspektif negatif. Kali ini gue akan mengangkat isu seputar tato sebagai bahasa tubuh. Gue mengambil kesimpulan dari sudut pandang gue sendiri yang telah merasakan “nikmat” nya bersentuhan dengan jarum tato. 

Ada beberapa alasan yang membuat gue berniat untuk ditato. Saat itu gue masih duduk dibangku SMA dan pada saat yang sama gue mengalami depresi dan tekanan yang sangat luar biasa dari lingkungan gue. Situasi tersebut membuat gue yang baru duduk di bangku sekolah memutuskan untuk membuat sebuah tato di pergelangan tangan kiri gue. Secara sadar gue pun menjadikan tato piercing sebagai sebuah pelarian. Pelarian dari masalalu gue yang ngehe. Pelarian dari hidup gue yang bangke. Ahahahah.
Dan sekarang diusia gue yang baru menginjak 19 tahun, gue mulai berfikir hal apa yang mesti gue lakuin supaya nggak menyesal dikemudian hari.  Karena dengan keadaan badan penuh tato pun tuhan tetap akan menghendaki gue menjadi seorang ibu kelak. Tapi gue mencoba untuk memantapkan diri dengan komitmen dan pilihan yang udah gue ambil sejak duduk dibangku sekolah dulu. Gue harus bertanggung jawab dengan masa depan gue. (“masa depan” daritadi gue panjang lebar ngomongin masa depan). Why? Jawabannya cukup realistis. Karena gue hidup di Indonesia.  Orang menilai semuanya dari penampilan, penampilan, dan penampilan (ya, memang begitu adatnya). Sedangkan seorang gue selalu berharap someday bisa mendapatkan pasangan yang “baik”, yang nggak menilai gue sekedar dari apa yang menempel di badan gue, melainkan dari apa yang menempel dalam diri gue. Hmmm… Lanjut!
Dari sekian banyak orang yang memuja-muja lukisan di tubuh gue, cukup banyak pula dari mereka yang secara terang-terangan menggelengkan kepalanya ketika melihat tato yang bertengger seumur hidup di lengan kiri gue ini. Ekspresi yang sama seperti ketika melihat bang napi. But, I don’t care. Ini hidup gue, pilihan gue, dan gue lah yang akan mempertanggungjawabkan nya. Perlu diingat, nggak semua orang bertato itu berarti ikut-ikutan, meskipun banyak diantara kita yang memang menjadikan tato sebagai tren. Namun bagi gue, tato adalah ekspresi teriakan atau simbol yang dituangkan ke dalam celah pori-pori kulit kita. Coba perhatiin deh setiap orang selalu mentato tubuhnya dengan gambar yang disukainya. Dengan kata lain, tato adalah wujud perlawanan & rasa kagum kita terhadap segala hal di dunia ini.
So komitmen. Sekalipun gue akan dihadapkan dengan yang namanya penyesalan tato ini akan tetap ada, menjadi saksi keindahan yang selalu disalah artikan.