25 October 2016

ART BRUT ID in GAC Art Festival at Ciputra Art Preneur Gallery

  
Those are our paintings.

Pameran yang diselenggarakan di Ciputra Art Preneur, Lotte Shopping Avenue, Kuningan - Jakarta pada tanggal 22-23 Oktober kemarin, bekerjasama dengan GAC Art Festival. Saya dan 2 seniman "outsider art" lainnya, yakni Pakwi 50 tahun, seorang pengidap skizofrenia akut yang telah menjadikan seni sebagai terapi kejiwaannya dan berhasil mendapatkan rekor MURI dalam melukis wayang terpanjang se-Indonesia. Serta Anfield Wibowo, 11 tahun. Seorang anak yang menderita tuna rungu dan telah beberapa kali menggelar pameran tunggal di Jakarta. 

Art brut di Indonesia memang masih terdengar asing, namun di dunia internasional art brut sudah lama dikenal. Aliran seni ini diperkenalkan oleh Adolf Wolfli (1864-1930) yang menjadi pasien tetap sebuah rumah sakit jiwa sejak 1899. Ia mulai melukis dan membuat tulisan-tulisan hingga mencapai 25 ribu lembar catatan dan 1.600 lembar lukisan ilustratif. Karya-karyanya kemudian ditemukan oleh seniman Perancis bernama Jean Dubuffet pada tahun 1945, dan ia menyebutnya art brut, yakni karya seni yang diciptakan penyandang gangguan mental. Art brut sendiri berasal dari Bahasa Prancis yang artinya rough art (seni kasar) atau raw art (seni mentah), yaitu seni yang tak terbatas pada konvensi-konvensi artistik. Kami tidak peduli dengan batas-batas komposisi,  maupun proposisi. Karya tersebut kebanyakan datang dari mereka para penyandang disabilitas fisik maupun mental. 

Saya merasa Indonesia butuh sekali festival kesenian yang mengangkat isu kaum minoritas, untuk memberikan mereka apresiasi di bidang seni dan juga menjadi kritik bagi pemerintah untuk bisa memberdayakan mereka dalam segi apapun.

Di Swiss sendiri, pemerintah memberikan ruang bagi Art Brut. Mereka menyediakan galeri khusus Art Brut yang dikelola sangat baik dengan disiplin-displin ilmu dan teknologi.

Kami bertiga mewakili Art Brut atau Outsider Art mencoba menyebarluaskan isu tersebut dengan mengikuti pameran-pameran agar masyarakat luas semakin mengenal apa itu Art Brut.

Harapan saya adalah agar kami dapat hidup mandiri tanpa stigma apapun. Mengubah pandangan masyarakat dari "kekurangan" menjadi sesuatu yang dihasilkan, yaitu karya seni.
 
Some of my paintings.
 Cheersssss... :D
Our exhibition held in Ciputra Art preneur, Lotte Shopping Avenue, Kuningan - Jakarta on October 22-23 2016. Cooperated with GAC Art Festival. Me and another two "Outsider Artists"named Pakwi 50 years old man with schizophrenia who have made art as a mental therapy and has been painting 1000 puppets and obtain a record of MURI (Museum Record Indonesia). As also Anfield Wibowo, 11 years old deaf boy who has been painting since he was 3 year and several times held a solo exhibition in Jakarta.

Art Brut in Indonesia doesnt sound familiar, but in the international Art Brut has long been recognized. This art form was introduced by Adolf Wolfli (1864-1930) who became a patient remains a mental hospital since 1899. He began to paint and make the writings of up to 25 thousand pages of notes and 1,600 pieces of painting illustrative. His works were later found by a French artist named Jean Dubuffet in 1945, and he called Art Brut, the works of art created by people with mental disorders. Art Brut itself comes from the French meaning rough art or raw art. The art that is not limited to the artistic conventions, not concerned with the limits of composition and also propositions. The work has mostly come from those persons with physical or mental disabilities.

In Switzerland, the government provides space for Art Brut. They provide a special gallery that managed very well with self-discipline and technological disciplines.

We want to represent Art Brut or Outsider Art in Indonesia for trying to disseminate these issues by following the exhibitions so the public will know about the history of Art Brut. Because Indonesia really needs the art festival which raised the issue of minorities, to give them an appreciation in art sector and also can be a criticism of the goverment in helping to empower them.

I wish we can live independently without any stigma. Change society's view from a "shortage" into something that is produced, which is the work of art.
 The story about the exhibition is up on Kompas Newspaper 3 days in a row.
On Monday (24/10).
Tuesday (25/10.
Thursday edition (27/10).